Kerajaan aceh


Kerajaan Aceh

     Kerajaan Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatra.Tepatnya di Aceh utara,sekarang Nanggro Aceh Darussalam (NAD).Sejak portugis menguasai malaka pada tahun 1511,banyak pedagang islam yang mencari pusat perdagangan baru.

Sejak saat itu mencul kerajaan Aceh yang melepaskan diri dari kerajaan Pedir.Aceh samakin penting perananya dan semakin berkembang karena di dukung oleh beberapa faktor yaitu:

  1. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511.
  2. Letak Aceh strategis pada jalur perdagangan internasional.
  3. Kerajaan Aceh mempunyai pelabuhan dagang yang baik.
  4. Kerajaan Aceh menjadi pusat perkembangan agama islam.
Sumber sejarah Kerajaan Aceh adalah kitab Bustanus Salatin yang di tulis oleh Nurudin ar Raniri,berisi tentang sejarah Kerajaan Aceh. Berikut ini raja raja yang memerintah kerajaan aceh.


  • Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528)
Selama pemerintahannya Aceh berhasil merebut dominasi perdagangan di indonesia bagian barat.Aceh semakin makmur dengan berhasil dikuasainya Pidie yang kaya akan lada putih.

  • Sultan salahudin (1528-1537)
Selama pemerintahannya Acehe mengalami kemunduran karena raja kurang memperhatikan nasib rakyat dan kerajaannya

  • Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar (1537-1571)
Pada masa pemerintahanya Aceh dapat bangkit kembali,bahkan dapat memperluas wilayahnnya hingga Tapanuli,sebagian Sumatra Barat,dan sebagian pantai timur Sumatra di tepi Selat Malaka.

Disamping itu juga berusaha memenangkan persaingan dengan Portugis dengan cara membangun angkatan laut yang kuat dan membina hubungan diplomatik dengan Turki Utsman

  • Sultan Iskandar Muda (1607-1636)
Pada masa pemerintannya,Aceh mengalami puncak kejayaan dan wilayah kekuasaannya sampai di Deli,Johor,Pahang,Kedah,dan Perak.

Dalam perluasanan wilayah tersebut juga dilakukan penyebaran agama islam di daerah yang di taklukkannya.Untuk memperkuat kedudukan Aceh sebagian puasat perdagangan, beliau melakukan usaha - usaha berikut ini:
1) Merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatra
2)Menyerang kedudukan Portugis di Malaka.

Sistem pemerintahan yang digunakan adalah hukum sipil yang didasarkan pada hukum islam.Demikian pula dalam mengatur masyarakat,digunakan hukum adat yang berlandaskan islam,yang dikenal dengan Hukum Adat Maskuta Alam.

Pada masa ia berkuasa,hidup dua orang ahli tasawuf yaiti Hamzah Fansuri dan Syamsudin as Samatrani.Peninggalannya yang terkenal yaitu Masjid Baiturrahman di Aceh

  • Sultan Iskandar Thani (1636-1641)
Dalam pemerintahannya,lebih banyak mementingkan urusan dalam negeri daripada banyak melakukan politik ekspansi sehingga hidup dalam kedamaian.Namun,berakibatkan pada banyakknya daerah vasal yang ingin melepaskan diri.Pada masa itu pula,hidup seorang ahli tasawuf yang terkenal yaitu Nuruddin ar Raniri.
Akibat lebih mementingkan urusan dalam negeri,banyak daerah vasal (daerah taklukan ) yang mulai melepaskan diri.

Semakin lama pamor Aceh semakin menurun.Setelah Iskandar Thani meninggal,ia digantikan oleh Putri Sri Alam Permaisuri (Putri Iskandar Muda).Pada masa pemerintannya Aceh mengalami kemunduran

Ada beberpa faktor yang menyebabkan Aceh mengalami kemunduran yaitu:
• Tidak ada raja-raja yang cakap memerintah kerajaan sepeninggalan Sultan Iskandar Muda.
• Daerah taklukannya banyak yang melepaskan diri.
• Adanya kekuatan Belanda yang ingin menguasai Aceh sehingga timbul perang Aceh - Belanda yang berakibatkan berkurangnya kekuasaan Aceh.

Meskipun demikian,kerajaan Aceh terus berlanjut hingga abad XX M.Aceh benar-benar berada di bawah kekuasaan Belanda pada tahun 1912 dengan adanya Traktat Sumatra yang memberi kebebasan kepada Belanda untuk meperluas wilayah kekuasaanya di Sumatra termasuk Aceh.

Kehidupan yang bersifat feodalisme.Ada dua golongan utama dalam masyarakat yaitu golongan Tengku dan Teuku.Golongan tengku adalah kau agama yang memegang peranan penting dalam bidang keagamaan.Golongan Teuku adalah kau bangsawan yang memegang peranan penting dalam pemerintahan.

Kehidupan ekonomi Aceh di dukung dari sektor perdagangan. Aceh menjadi pusat perdagangan lada yang meliputi pantai timur dan barat Sumatra sehingga memungkinkan Aceh dapat melakukan kegiatan ekspor impor.

Komentar